Seorang gadis belia
menjelajahi taman yang luas ditemani seekor anjing kesayangannya, dia
melompati pagar rumput di ikuti anjingnya, rambut pirangnya menari nari
diterpa angin, terlihat pula mata biru yang ceria dan bersemangat
menatap sekeliling penuh selidik, "Alice.. Alice.." terdengar suara
wanita paruh baya memanggil, dia berlari menghampiri, antusias.
Dia memeluknya dan
dengan sayang mencium keningnya, Alice memejamkan mata senang dengan
kecupan di keningnya yang membuatnya nyaman, kini Alice merajuk hanya
untuk mendapatkan sebuah dongeng dari neneknya, "ayoolah nek aku yakin
kau punya cerita menarik" kata Alice memohon,
"baiklah baik, dasar
simanis kesayangan nenek" wanita tadipun menceritakan sebuah dongeng,
Alice selalu menyukai cerita yang diutarakan oleh neneknya, ketika
beliau mulai bercerita Alice mulai memasang telinga mendengarkan
layaknya pendengar setia, dengan duduk di bangku taman, sejuk dibawah
bangunan kayu dengan tanaman menjalar di tiap tiangnya, bunga bunga
terlihat merekah disetiap mata berpaling, "Suatu hari ada seorang anak
yang sangat ceria dan bersemangat, persis seperti kau" wanita itu
menyentuh hidung Alice membuatnya tersipu, pipinya memerah,
"dia bermain ditaman,
memetik beberapa bunga untuk dirangkai dijadikan buket, dia senang
sekali membuat buket, hingga akhirnya seekor kucing berjalan di balik
semak membuat gadis itu penasaran, mulanya ia hanya merasa salah lihat
namun ketika di ikuti ia benar benar seekor kucing yang mengenakan jas
seperti akan menghampiri sebuah pesta, mungkin pesta kucing ntahlah,
kucing itu dapat berjalan dengan dua kaki berhasil membuat anak tadi
terbelalak"
"wahh sepertinya lucu
sekali seekor kucing dengan jas berjalan dengan dua kaki mungkin akan
terlihat seperti budy yah, kucing kesayangan nenek" Alice tersenyum
medapati kepalanya diusap lembut, gadis itu merapatkan tangannya dipaha,
layaknya pendengar yang baik siap mendengarkan kelanjutan ceritanya,
" ya tentu, sesekali kita harus dandani kucing pemalas itu" kata wanita tadi membuat Alice tertawa lepas,
"gadis itu mengikuti
sikucing perlahan berharap tak ada yang menyadari, hingga akhirnya dia
memasuki sebuah belukar cukup dalam, menyibak nyibak tiap sulur yang
menghalangi jalannya, dan terus kedalam ntah seberapa jauh ia melangkah
hingga akhirnya mendapati sebuah pintu berhiaskan kaca berwarna warni,
gadis itu memandangi penuh tanya haruskah dia menghampirinya, tapi rasa
penasaran menjalar diseluruh tubuh memaksa kakinya melangkah mendekat
hingga knop pintu terbuat dari perak sangat indah berada tepat
dihadapannya" wanita itu diam sejenak berharap mendapat pertanyaan dari
gadis penasara, yang duduk tepat di sampingnya,
"lalu apa yang terjadi kemana kucing tadi?" keinginannya terkabul,
"kau tak sabaran ya, dia
memegang erat knop pintu lalu memejamkan mata cukup lama, mengumpulkan
seluruh keberanian untuk membeli semua rasa penasarannya, perlahan tapi
pasti knop itu di putar gadis itu mendorong pintu pelan pelan takut akan
apa yang ada dibaliknya, namun ketika ia buka didalamnya hanya ada
ruang kosong, gadis itu memasukinya dan mencari sisa jejak dari si
kucing yang belum lama memasukinya, sayang tak ada satupun petunjuk yang
tersisa"
"hahhh.. lalu kemana kucing itu pergi" terdengar nada kecewa disana,
"tidak ada yang
mengetahuinya, anak itu akhirnya menyerah untuk mencari dan menceritakan
semua kejadian itu pada ibunya lalu membawa ke tempat yang dimaksud,
namun nihil bahkan pintu itupun ikut menghilang "aku bersumpah pintu itu
ada disana" kata gadis itu, "berhentilah berkhayal regina, bersikaplah
sedikit dewasa" kata ibunya, "tapi ibu.." regina menunduk lesu tak bisa
berbuat apapun untuk membuktikan ucapannya, regina ditinggalkan oleh
ibunya sendirian, iapun memutuskan pergi kekamarnya kembali menelusuri
semak dan sulur yang kadang membuat tubuh gatal, dia memandangi tangga
sembari membayangkan kucing dengan jas yang belum lama ia lihat, ia
menaikinya lalu masuk kedalam pintu putih, dia menggambar seluruh hal
yang ia lihat sebisa mungkin ke sebuah kertas dengan krayon dan pensil,
berpuluh puluh gambar terpampang didinding, ia menyebutnya ruang kerjaku
ada gambar kelinci berpita, kupu kupu, bunga, rumah, gunung dan
beberapa balon air yang pecah di tanah gambarnya amat bagus untuk gadis
seumurannya, dan kini seekor kucing dan pintu ajaib ia lukiskan di
kertas sebagai pengingat untuknya, telinga kucing itu ia gambar lancip
membelakangi, bulunya hitam dibalut jas hitam juga, dengan celana levis
yang luar niasa rapih kucing itu bisa menjadi dambaan wanita kucing
lain, bahkan aku kadang ingin melihatnya" wanita itu berhenti bercerita
sejenak,
"setelah menggambar dia mencoba kembali ke tempat pintu itu berada, dia tak menemukan apapun selain dahan dan pohon besar"
"lalu apa lgi, apa yang
terjadi setelah itu, apakah dia berhasil masuk ke balik pintu dan
menemukan dunia baru?" rentetan pertanyaan berhamburan keluar dari mulut
Alice, senyuman terlukis indah disana hangat dan menenangkan gadis
mungil itu,
"tidak Regina belum
menemukan cara untuk masuk kedalam pintu tersebut sayang" dia menepis
rambut Alice yang tergerai menutupi matanya,
"hmm.. jadi kisahnya
belum bisa di lanjutkan?" Alice tertunduk lesu kecewa dengan apa yang
dia dengar, persetujuan yang mengecewakan.
Alice Valentine Norman
gadis kecil yang mulai merekah dengan wajah anggun dan kulit putih
tergolong pucat, rambut pirang ikal serta mata bulat penuh selidik,
berwarna biru bersemangat, mata yang kini tengah mengorek ngorek tanah
mencari sesuatu mungkin cacing tanah untuk ikan ikan di sisi kanan
rumahnya, dia berjongkok di bawah kumpulan bunga mawar yang tinggi "hei
cacing cacing keluarlah" kata gadis itu, sambil terus menorehkan singkup
kecil ke tanah ditamannya.
Alice di kagetkan oleh
suara kasak kusuk di balik belukar dia menghampirinya, menatap penuh
selidik kearah dinding rumput tersebut, "kiaaaa!" triaknya kaget, seekor
kelinci melompat dari balik rerumputan kearahnya dan mendarat di atas
perut Alice, mereka saling bertatapan, "maafkan aku nona" terdengar
kelinci itu bicara, gadis itu terbelalak tak percaya dengan apa yang dia
dengar,
"apa?! kau bi..bisa bicara atau hanya khayalanku" dia bicara sendiri, tak mendapat jawaban,
"hahah aku pasti
berkhayal cuaca ini membuatku berhalusinasi" dia memegang keningnya
dengan punggung tangan, sejujurnya cuaca kala itu tidaklah panas,
"Tidak seluruhnya gadis kecil" ucapan kelinci itu berhasil membuat Alice pingsan.Buat yang mau tau kelanjutannya bisa cek di sini :)
0 komentar:
Posting Komentar