Minggu, 29 Mei 2016

Another Alice in wonderland

Seorang gadis belia menjelajahi taman yang luas ditemani seekor anjing kesayangannya, dia melompati pagar rumput di ikuti anjingnya, rambut pirangnya menari nari diterpa angin, terlihat pula mata biru yang ceria dan bersemangat menatap sekeliling penuh selidik, "Alice.. Alice.." terdengar suara wanita paruh baya memanggil, dia berlari menghampiri, antusias.
Dia memeluknya dan dengan sayang mencium keningnya, Alice memejamkan mata senang dengan kecupan di keningnya yang membuatnya nyaman, kini Alice merajuk hanya untuk mendapatkan sebuah dongeng dari neneknya, "ayoolah nek aku yakin kau punya cerita menarik" kata Alice memohon,
"baiklah baik, dasar simanis kesayangan nenek" wanita tadipun menceritakan sebuah dongeng, Alice selalu menyukai cerita yang diutarakan oleh neneknya, ketika beliau mulai bercerita Alice mulai memasang telinga mendengarkan layaknya pendengar setia, dengan duduk di bangku taman, sejuk dibawah bangunan kayu dengan tanaman menjalar di tiap tiangnya, bunga bunga terlihat merekah disetiap mata berpaling, "Suatu hari ada seorang anak yang sangat ceria dan bersemangat, persis seperti kau" wanita itu menyentuh hidung Alice membuatnya tersipu, pipinya memerah,
"dia bermain ditaman, memetik beberapa bunga untuk dirangkai dijadikan buket, dia senang sekali membuat buket, hingga akhirnya seekor kucing berjalan di balik semak membuat gadis itu penasaran, mulanya ia hanya merasa salah lihat namun ketika di ikuti ia benar benar seekor kucing yang mengenakan jas seperti akan menghampiri sebuah pesta, mungkin pesta kucing ntahlah, kucing itu dapat berjalan dengan dua kaki berhasil membuat anak tadi terbelalak"
"wahh sepertinya lucu sekali seekor kucing dengan jas berjalan dengan dua kaki mungkin akan terlihat seperti budy yah, kucing kesayangan nenek" Alice tersenyum medapati kepalanya diusap lembut, gadis itu merapatkan tangannya dipaha, layaknya pendengar yang baik siap mendengarkan kelanjutan ceritanya,
" ya tentu, sesekali kita harus dandani kucing pemalas itu" kata wanita tadi membuat Alice tertawa lepas,
"gadis itu mengikuti sikucing perlahan berharap tak ada yang menyadari, hingga akhirnya dia memasuki sebuah belukar cukup dalam, menyibak nyibak tiap sulur yang menghalangi jalannya, dan terus kedalam ntah seberapa jauh ia melangkah hingga akhirnya mendapati sebuah pintu berhiaskan kaca berwarna warni, gadis itu memandangi penuh tanya haruskah dia menghampirinya, tapi rasa penasaran menjalar diseluruh tubuh memaksa kakinya melangkah mendekat hingga knop pintu terbuat dari perak sangat indah berada tepat dihadapannya" wanita itu diam sejenak berharap mendapat pertanyaan dari gadis penasara, yang duduk tepat di sampingnya,
"lalu apa yang terjadi kemana kucing tadi?" keinginannya terkabul,
"kau tak sabaran ya, dia memegang erat knop pintu lalu memejamkan mata cukup lama, mengumpulkan seluruh keberanian untuk membeli semua rasa penasarannya, perlahan tapi pasti knop itu di putar gadis itu mendorong pintu pelan pelan takut akan apa yang ada dibaliknya, namun ketika ia buka didalamnya hanya ada ruang kosong, gadis itu memasukinya dan mencari sisa jejak dari si kucing yang belum lama memasukinya, sayang tak ada satupun petunjuk yang tersisa"
"hahhh.. lalu kemana kucing itu pergi" terdengar nada kecewa disana,
"tidak ada yang mengetahuinya, anak itu akhirnya menyerah untuk mencari dan menceritakan semua kejadian itu pada ibunya lalu membawa ke tempat yang dimaksud, namun nihil bahkan pintu itupun ikut menghilang "aku bersumpah pintu itu ada disana" kata gadis itu, "berhentilah berkhayal regina, bersikaplah sedikit dewasa" kata ibunya, "tapi ibu.." regina menunduk lesu tak bisa berbuat apapun untuk membuktikan ucapannya, regina ditinggalkan oleh ibunya sendirian, iapun memutuskan pergi kekamarnya kembali menelusuri semak dan sulur yang kadang membuat tubuh gatal, dia memandangi tangga sembari membayangkan kucing dengan jas yang belum lama ia lihat, ia menaikinya lalu masuk kedalam pintu putih, dia menggambar seluruh hal yang ia lihat sebisa mungkin ke sebuah kertas dengan krayon dan pensil, berpuluh puluh gambar terpampang didinding, ia menyebutnya ruang kerjaku ada gambar kelinci berpita, kupu kupu, bunga, rumah, gunung dan beberapa balon air yang pecah di tanah gambarnya amat bagus untuk gadis seumurannya, dan kini seekor kucing dan pintu ajaib ia lukiskan di kertas sebagai pengingat untuknya, telinga kucing itu ia gambar lancip membelakangi, bulunya hitam dibalut jas hitam juga, dengan celana levis yang luar niasa rapih kucing itu bisa menjadi dambaan wanita kucing lain, bahkan aku kadang ingin melihatnya" wanita itu berhenti bercerita sejenak,
"setelah menggambar dia mencoba kembali ke tempat pintu itu berada, dia tak menemukan apapun selain dahan dan pohon besar"
"lalu apa lgi, apa yang terjadi setelah itu, apakah dia berhasil masuk ke balik pintu dan menemukan dunia baru?" rentetan pertanyaan berhamburan keluar dari mulut Alice, senyuman terlukis indah disana hangat dan menenangkan gadis mungil itu,
"tidak Regina belum menemukan cara untuk masuk kedalam pintu tersebut sayang" dia menepis rambut Alice yang tergerai menutupi matanya,
"hmm.. jadi kisahnya belum bisa di lanjutkan?" Alice tertunduk lesu kecewa dengan apa yang dia dengar, persetujuan yang mengecewakan.
Alice Valentine Norman gadis kecil yang mulai merekah dengan wajah anggun dan kulit putih tergolong pucat, rambut pirang ikal serta mata bulat penuh selidik, berwarna biru bersemangat, mata yang kini tengah mengorek ngorek tanah mencari sesuatu mungkin cacing tanah untuk ikan ikan di sisi kanan rumahnya, dia berjongkok di bawah kumpulan bunga mawar yang tinggi "hei cacing cacing keluarlah" kata gadis itu, sambil terus menorehkan singkup kecil ke tanah ditamannya.
Alice di kagetkan oleh suara kasak kusuk di balik belukar dia menghampirinya, menatap penuh selidik kearah dinding rumput tersebut, "kiaaaa!" triaknya kaget, seekor kelinci melompat dari balik rerumputan kearahnya dan mendarat di atas perut Alice, mereka saling bertatapan, "maafkan aku nona" terdengar kelinci itu bicara, gadis itu terbelalak tak percaya dengan apa yang dia dengar,
"apa?! kau bi..bisa bicara atau hanya khayalanku" dia bicara sendiri, tak mendapat jawaban,
"hahah aku pasti berkhayal cuaca ini membuatku berhalusinasi" dia memegang keningnya dengan punggung tangan, sejujurnya cuaca kala itu tidaklah panas,
"Tidak seluruhnya gadis kecil" ucapan kelinci itu berhasil membuat Alice pingsan.








Buat yang mau tau kelanjutannya bisa cek di   sini :)

0 komentar:

Posting Komentar